Menu

Mode Gelap
Headline

Kajian Islam · 17 Agu 2022 19:30 WIB ·

Wudhu Anda Sudah Sesuai Syariat? Simak Penjelasan Berikut ini


 Wudhu Anda Sudah Sesuai Syariat? Simak Penjelasan Berikut ini Perbesar

Fakhry Emil Habib, Lc, Diplm

Arti asli dari wudu adalah baik dan bahagia. Di dalam istilah syarak, wudu bermakna perbuatan menggunakan air untuk membasuh bagian-bagian tubuh tertentu yang diiringi niat.

Pembahasan ini mencakup rukun, syarat, sunah, makruh, pembatal serta hal-hal yang tidak boleh dilakukan jika belum berwudu.

1. Rukun Wudu

Yang dimaksud dengan rukun adalah perkara wajib yang masuk dalam bagian
ibadah. Rukun wudu adalah sebagai berikut:

a. Niat, yaitu keinginan untuk melakukan
sesuatu beriringan dengan perbuatan. Jika keinginan saja tanpa perbuatan, itu disebut ‘azam.

Maka niat harus diiringkan dengan perbuatan pertama wudu, yaitu membasuh wajah. Niat ini tempatnya di hati, sehingga orang yang lidahnya melafazkan niat, namun hatinya kosong, maka ibadahnya tidak sah.

Niat yang dipakai dalam wudu adalah niat
untuk mengangkat hadas, niat untuk bisa
melaksanakan salat, atau sekedar niat
fardu wudu.

Wajibnya niat ini dilandaskan kepada hadis Nabi صلى الله عليه وسلم yang sangat masyhur :

إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى

Artinya : “Hanyasanya amal-amal itu
dengan niat. Dan hanyasanya bagi setiap
orang adalah apa yang ia niatkan.” (HR.
Bukhari no. 1, Muslim no. 1907).

b. Membasuh wajah, berdasarkan firman
Allah :

فاغسلوا وجوهكم

Artinya : “Maka basuhlah wajah kamu!”

Batasan wajah adalah dari tempat tumbuh
rambut hingga dagu, serta dari telinga
kanan ke telinga kiri.

Seluruh kulit wajah mesti terkena air, kecuali kulit di balik jenggot yang tebal. Dalam hal ini, cukup membasuh zahir jenggotnya saja.

c. Membasuh kedua tangan hingga siku,
berdasarkan firman Allah :

وأيديكم إلى المرافق

Artinya : “Dan (basuhlah) tangan kamu
hingga siku!”.

Siku disini adalah pertemuan antara
lengan atas dan lengan bawah. Baik kulit
maupun bulu di tangan, harus dibasuh
dengan air.

d. Mengusap sebagian kepala, meskipun
sebagian rambut saja asal masih dalam
batasan kepala, berdasarkan firman Allah

وامسحوا برؤوسكم

Artinya : “Dan usaplah dengan/sebagian
kepala kamu!”.

Jika seseorang malah membasuh kepala,
bukan mengusap, maka wudunya tetap
sah meskipun tindakan itu berlebihan.

e. Membasuh kaki hingga mata kaki,
berdasarkan firman Allah :

وأرجلكم إلى الكعبين

Artinya : “Dan (basuhlah) kaki kamu
hingga dua mata kaki!”.

Mata kaki adalah tulang menonjol pada
samping-samping kaki. Hingga mata kaki
disini maksudnya, mata kaki juga harus
dibasuh.

f. Berurutan, atau biasa disebut tertib.

Ini karena perintah wudu di dalam QS : alMaidah ayat 6 diberikan secara berurutan, mulai dari wajah hingga kaki. Hadishadis mengenai wudu juga dilakukan
secara berurutan.

2. Syarat Wudu

Maksud syarat adalah segala perkara
yang wajib dilaksanakan, meskipun ia bukan
bagian dari ibadah. Ada beberapa syarat wudu;

a. Menggunakan air mutlak yang suci lagi
menyucikan. Ini didasarkan pada jenis-jenis air yang bisa dipakai bersuci, dengan dalil yang telah disebutkan sebelumnya.

b. Airnya mengalir pada bagian yang dibasuh. Karena membasuh (ghasl) dalam Bahasa Arab maknanya adalah mengalirkan air pada bagian yang ingin dibersihkan.

Ini berbeda dengan mengusap, yang maksudnya adalah membasahi bagian yang diusap, baik airnya mengalir ataupun tidak.

c. Tidak ada penghalang antara air dan kulit.

Hal ini mencakup cincin yang menghalangi sampainya air ke kulit, ataupun kotoran di balik kuku.

Imam Muslim (Hadist no. 243) meriwayatkan tentang seorang lelaki yang berwudu namun meninggalkan bagian kuku kakinya. Nabi صلى الله عليه وسلم melihat hal tersebut kemudian bersabda;

ارجع فأحسن وضوءك

Artinya : “Kembalilah dan perbaiki wudumu!”

d. Tidak terjadi hal-hal yang membatalkan
wudu pada saat berwudu.

Seandainya wudu batal, misalkan terjadi kentut saat seseorang sedang mengusap kepala, maka ia harus mengulang wudu dari awal karena separuh wudunya tadi telah batal.

e. Berkesinambungannya niat hingga akhir
wudu.

Dalam artian, niatlah yang menjadi pembeda antara basuhan biasa dengan basuhan wudu, sehingga orang yang berwudu hendaklah sadar bahwa setiap basuhan wudunya bertujuan untuk mengangkat hadas.

f. Syarat tambahan, bagi orang yang
senantiasa berhadas, seperti orang yang
sudah tidak mampu lagi menahan kentut,
buang air kecil ataupun buang air besar.
Termasuk bagi wanita yang mengalami
keputihan ataupun istihadah.

Bahwa orang-orang dengan kondisi seperti ini, berarti ia berada dalam keadaan darurat,
dimana secara teknis, wudunya tidak bisa sah, karena hadasnya senantiasa terjadi.

Maka cara bersucinya pun khusus, yaitu
dimulai dengan menunggu masuknya
waktu salat. Saat waktu salat masuk, barulah ia istinja, mengganti pembalut
(bisa juga popok), kemudian bersuci.

Setelah itu ia harus segera bersiap salat
(menutup aurat, menyiapkan tempat) dan
segera salat.

Jika ada jeda antara perbuatan-perbuatan yang disebutkan di atas, maka ia harus mengulang dari awal kembali, karena hadasnya keluar pada saat jeda yang tidak ada sangkut-pautnya dengan salat.

Dalam wudu tidak disyaratkan muwâlâh, yaitu pelaksanaannya harus langsung selesai.

Maksudnya, seseorang bisa saja melaksanakan seluruh perbuatan wudunya di rumah kecuali membasuh kaki, yang ia lakukan nanti di masjid. Meskipun hal
ini sah, tetapi tidak saya rekomendasikan. (*)

Artikel ini telah dibaca 61 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Nilai Kontrol Syahwat Dalam Ibadah Puasa (2)

5 April 2023 - 11:46 WIB

Nilai Kontrol Syahwat Dalam Puasa Ramadan (1)

4 April 2023 - 14:18 WIB

Khutbah Jumat: Adil Dalam Menilai

17 Februari 2023 - 07:58 WIB

Khutbah Jumat: Iman Adalah Pengalaman

10 Februari 2023 - 07:50 WIB

Khutbah Jumat: Al-Quran, Sudahkah Kita Pahami?

3 Februari 2023 - 07:00 WIB

Khutbah Jumat: Memahami Hakikat Beragama

11 November 2022 - 10:10 WIB

Trending di Kajian Islam