Fakhry Emil Habib, Lc, Diplm.
Haid
Adalah darah normal yang keluar dari pangkal rahim wanita ketika ia sehat. Terjadi tanpa sebab khusus, pada waktu yang telah diketahui. Dalil utama mengenai haid adalah firman Allah di dalam QS. al-Baqarah ayat 222 :
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Artinya : “Dan mereka menanyai engkau tentang haid. Katakanlah, haid itu adalah kotoran, maka jauhilah istri yang dalam keadaan haid dan jangan kamu dekati mereka sehingga mereka suci. Apabila mereka telah suci maka datangilah mereka sekira-kira Allah telah menyuruh kamu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang bersuci.”
Maksud mendekati di dalam ayat ini adalah berhubungan badan. Nyatanya Nabi صلى الله عليه وسلم tidak menjauhi istri beliau sebagaimana orang-orang Yahudi menjauhi istri mereka.
Siti Aisyah berkata, “Aku pernah minum dalam keadaan haid, kemudian aku serahkan minuman tersebut kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ,beliau letakkan bibir beliau di bekas bibirku, baru beliau minum. Aku juga pernah memakan daging dalam keadaan haid, kemudian aku serahkan makanan itu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم , beliau juga meletakkan bibir beliau di bekas bibirku.” (HR. Muslim no. 300)
Nifas
Darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah rahim kosong dari kehamilan. Para ulama telah berijmak, bahwa meskipun berbeda, hukum pada wanita haid berlaku pula pada wanita nifas.
Baik haid maupun nifas, memiliki kriteria masing-masing sehingga keduanya bisa disebut sebagai darah normal. Wanita yang mengalami keduanya dilarang untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya telah dijelaskan dalam pembahasan pantangan bagi orang yang berhadas besar.
Istihadhah
Merupakan darah yang keluar dari saluran rahim wanita di luar waktu haid dan nifas. Dengan kata lain tidak memenuhi standar kenormalan darah haid dan nifas atau sedang mengalami penyakit.
Ada kalanya yang keluar dari kemaluan perempuan bukan darah, akan tetapi cairan yang bisa saja bening bisa pula berwarna. Ini disebut dengan cairan kewanitaan (ruthûbat al-mar`ah). Ia jelas bukan haid, bukan pula nifas.
Rangkuman hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Jika keluar dari bagian luar kemaluan, maka cairan tersebut bukanlah najis dan tidak membatalkan wudu. Hukumnya sama seperti hukum keringat.
2. Jika keluar dari bagian dalam kemaluan, maka keluarnya membatalkan wudu dan hukumnya najis. Hukumnya sama seperti cairan kencing. Wanita yang mengalami hal ini, maka ia harus bersuci seperti orang yang senantiasa berhadas (dâ`im al-hadats) setiap hendak melaksanakan salat.
3. Jika tidak diketahui apakah cairan tersebut keluar dari bagian luar atau bagian dalam, maka ia tidak membatalkan wudu dan tidak dihukumi najis. Hukumnya dikembalikan kepada hukum asal, bahwa batalnya wudu serta najis hanya bisa diputuskan berdasarkan hal yang bersifat pasti, bukan keragu-raguan.
Standar haid normal
1. Darah haid keluar setelah si anak menginjak usia sembilan tahun Qamariyyah. Ini dilandaskan salah satunya kepada sabda : صلى الله عليه وسلم Nabi
ِ
Artinya : “Perintahkanlah anak-anakmu salat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena (tidak) salat saat mereka berusia 10 tahun. Dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”
Di dalam hadis ini terdapat perintah untuk memukul anak saat mereka mulai menginjak usia 10 tahun, maksudnya usia sembilan tahun telah dilewati, menginjak usia 10 tahun.
Disini juga terdapat perintah memisahkan tempat tidur, karena pada usia ini tanda-tanda baligh sudah mulai muncul. Dengan kata lain, jika ada seorang anak perempuan yang belum menginjak usia sembilan tahun melihat ada darah keluar dari kemaluannya, maka itu adalah darah penyakit, bukan haid.
2. Darah haid keluar tidak kurang dari 24 jam, karena haid sejatinya adalah luruhnya lapisan dinding rahim (endometrium) karena tidak adanya pembuahan sel telur. Dan dalam keilmuan medis, luruhnya dinding rahim ini setidaknya memakan waktu mulai dari 24 sampai dengan 48 jam. Jika kurang dari itu, maka darah yang keluar adalah darah penyakit. Sebelum adanya ilmu medis moderen, para ulama, di antaranya Imam Syafi’i ternyata juga telah memberikan batasan 24 jam ini sebagai standar minimal haid.
3. Darah haid keluar tidak lebih dari 15 hari. Ini dilandaskan kepada berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم ketika ditanya maksud pernyataan beliau bahwa agama wanita itu separuh agama laki-laki :
أليس إذا حاضت لم تصل ولم تصم
Artinya : “Bukankah wanita itu bila ia haid, ia tidak salat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari no. 298 dan Muslim no. 80).
Mknanya, separuh dari kehidupan wanita adalah tidak salat dan tidak berpuasa. Jika satu siklus menstruasi perempuan rata-rata adalah 30 hari, separuhnya berarti adalah 15 hari. Inilah batas maksimal terjadinya haid.
4. Jarak antara satu haid dengan haid yang baru tidak kurang dari 15 hari. Seandainya haid yang baru datang terlalu cepat, berarti dinding rahim sebenarnya belum siap mengalami penebalan dan belum siap untuk mengalami peluruhan.
Ini juga merujuk kepada hadis yang riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang sebelumnya telah dijelaskan. Separuh bulan telah habis sebagai batas maksimal terjadinya haid, berarti separuhnya lagi merupakan batas minimal jarak antara dua haid.
Standar Nifas Normal
1. Darah keluar setelah rahim benar-benar kosong. Walaupun yang keluar hanya segumpal darah ataupun segumpal daging yang menurut ahli adalah janin. Adapun darah yang keluar sebelum melahirkan, yang biasa disebut dengan darah thalq (pendarahan karena proses persalinan), bukanlah nifas, bukan pula haid, kecuali jika ia bersambung dengan haid yang terjadi sebelum melahirkan, karena darah yang keluar dari kemaluan wanita hamil bisa dihukumi haid jika syaratnya terpenuhi.
2. Darah keluar sebelum durasi minimal suci 15 hari terlewati sejak rahim kosong. Jika darah keluar setelah itu, maka itu adalah darah haid, bukan lagi nifas.
3. Darah yang keluar tidak diselingi dengan keterhentian darah selama durasi minimal suci 15 hari. Apabila darah nifas keluar, kemudian terhenti selama lebih dari 15 hari, kemudian keluar lagi, maka darah yang keluar lagi itu bukan nifas, tetapi haid.
4. Darah tersebut keluar dalam rentang waktu 60 hari. Ini dilandaskan kepada pakar berpengalaman tentang proses terjadinya nifas, dan tidak bertentangan dengan atsar yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah yang menyatakan bahwa wanita nifas di masa Nabi صلى الله عليه وسلم duduk selama 40 hari. (HR. Ahmad no. 26561).
Atsar ini hanya menjelaskan tentang durasi kebanyakan wanita saat itu, bukan durasi maksimalnya. Untuk durasi maksimal, maka harus dilakukan penelitian terlebih dahulu, meskipun penelitiannya bersifat kuantitatif.
Jika darah nifas telah keluar selama 60 hari, kemudian terjadi keterhentian, kemudian darah keluar kembali, maka darah kedua yang keluar adalah haid jika keluarnya lebih dari 24 jam. Namun jika darah terus keluar hingga lebih dari 60 hari tanpa jeda, maka berarti nifas si wanita tidak normal, dan ia mengalami istihadah.
Bagaimana Jika Syarat-syarat Tersebut Tidak Terpenuhi?
Jika standar normal haid dan nifas berdasarkan syarat-syarat yang telah disebutkan di atas tidak terpenuhi, berarti si wanita mengalami istihadhah. Ada kalanya, istihadhah itu berdiri sendiri, seperti jika darah si perempuan keluar tidak mencapai 24 jam.
Atau bisa juga dalam kasus, semisal masa sucinya belum mencapai 15 hari, namun darah kembali
keluar (berarti, genapkan dahulu 15 hari masa suci, barulah darah setelah genap 15 hari itu dianggap sebagai darah haid yang baru).
Yang menjadi permasalahan adalah seandainya darah haid dan nifas itu bercampur, sehingga tidak bisa dibedakan mana yang darah normal dan mana yang darah penyakit. Anggaplah seorang wanita melihat darah keluar selama 20 hari.
Memang, waktu maksimal haid adalah 15 hari, namun menghukumi darah yang keluar dari hari ke-16 sebagai darah penyakit secara langsung tentu juga tidak bisa dilakukan, karena penyakit itu boleh jadi dimulai dari hari ke delapan, ke sembilan, atau hari-hari lain sebelum hari ke-15.
Maka dalam hal ini, untuk menentukan mana yang darah sehat dan mana yang darah penyakit, si perempuan pertama kali harus memperhatikan sifat-sifat darah yang keluar.Mana darah yang kuat dari segi warna, tekstur serta aroma.
Jika misalkan, 10 hari pertama darah keluar berwarna hitam kental, sedangkan 10 hari selanjutnya darah keluar berwarna merah, maka yang menandakan haid adalah 10 hari pertama saja. K arena darah hitam kental memiliki sifat yang lebih kuat dari pada darah merah.
Sifat darah ini dijadikan sebagai standar menentukan istihadhah berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Fathimah binti Hubaisy :
ِArtinya : “Darah haid adalah apabila darahnya hitam yang dikenal. Jika terjadi, tinggalkanlah salat. Dan apabila sifatnya selain itu, berwudu dan salatlah, karena ia hanya pendarahan pembuluh darah (bukan haid).” (HR. Abu Daud no. 286).
Hadis ini dijadikan sebagai petunjuk bagi Fathimah binti Hubaisy dalam menentukan mana darah haid dan mana darah penyakit. Nabi memberikan standar sifat darah yang peling kuat, yaitu yang berwarna hitam dengan sifat-sifat lain yang merupakan ciri-ciri darah haid.
Tentu standar setiap wanita berbeda-beda, namun ini cukup untuk dijadikan dalil, bahwa perbedaan sifat darah harus dijadikan sebagai standar penentuan mana yang darah normal, mana yang darah penyakit.
Lalu bagaimana jika ternyata metode ini tidak bisa dipakai, seperti seandainya darah keluar melebihi 15 hari dengan sifat yang sama? Dalam keadaan ini, yang harus dilakukan oleh si perempuan adalah melihat haid normalnya yang terakhir.
Dalilnya adalah hadis Ummu Salamah, bahwa ada seorang wanita yang darahnya terus keluar pada masa Rasulullah صلى الله عليه وسلم ,kemudian ia meminta tolong kepada Ummu Salamah agar menanyakan hal itu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab :
Artinya : “Hendaklah ia melihat jumlah malam dan hari haidnya dalam sebulan sebelum ia tertimpa penyakitnya ini. Kemudian hendaklah ia meninggalkan salat sesuai dengan hitungan tersebut.” (HR. Malik no. 82, Nasai no. 208)
Jika haid normal terakhir si wanita adalah 7 hari misalnya, maka yang bisa dikatakan haid dalam siklus haid yang bercampur istihadhah ini juga adalah 7 hari, selebihnya adalah darah penyakit. Tentu saja dalam prakteknya, menentukan mana darah yang sehat serta mana darah istihadhah itu tidak mudah. Harus benar-benar memperhatikan keadaan si perempuan.
Apakah ia sudah pernah haid sebelumnya, atau belum? Apakah ia bisa membedakan sifat darah atau tidak? Apakah ia ingat siklus haid normalnya atau tidak? Semua ini akan menentukan keputusan hukum dan kewajiban apa yang berlaku bagi si wanita.
Pembahasan detailnya, para pembaca bisa membacanya di dalam buku al-Ibânah wal Ifâdhah yang sudah penulis terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.