Prof.Dr.H.Asasriwarni MH
Guru Besar UIN IB
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Sumbar
Anggota Dewan Pertimbangan MUI Pusat
Iman kepada Allah SWT adalah merupakan rukun iman yang pertama. Kepercayaan atas keberadaan Allah SWT, sebagai zat yang melebihi segala makhluk-Nya, dapat mengangkat derajat seseorang.
Sehingga membuat hatinya menjadi lapang, karena batin orang yang beriman tersebut seolah-olah ibaratkan sebuah samudera yang tidak bertepi dan cakrawalanya tidak berbatas.
Namun sayangnya tidak semua orang bisa seperti itu, karena tingkat keimanan seseorang satu sama lainnya selalu berbeda-beda.
Berkaitan dengan hal itu, Syekh M Nawawi Banten menyebutkan, bahwa tingkat keimanan seorang anak Adam dapat dipilah menjadi lima tingkat keimanan, yakni :
مراتب الإيمان خمسة
Derajat keimanan ada lima (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, Hal : 9).
Iman Taklid
Keimanan ini didasarkan pada ucapan orang lain (ulama biasanya) tanpa memahami dalilnya. Keimanan orang ini sah-sah saja meski ia terbilang bermaksiat karena meninggalkan upaya pencarian dalil sendiri bila ia termasuk orang yang dalam kategori mampu melakukan pencarian dalil.
Iman Ilmu Atau Ilmul Yaqin
Keimanan ini didasarkan pada pemahaman aqidah berikut dalil-dalilnya.
Orang dengan kategori keimanan pertama dan kedua terhijab dari zat Allah (Lihat Syekh M. Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, Hal. 9).
Iman ‘Iyan Atau Ainul Yaqin
Pada tingkat keimanan seperti ini seseorang dapat mengetahui Allah SWT (makrifatullah) dengan jalan pengawasan batin. Pada tingkatan keimanan ini, Allah SWT tidak ghaib sekejap pun dari mata batinnya. Bahkan “gerak-gerik” Allah SWT selalu hadir di dalam batinnya seakan ia memandang-Nya. Ini maqam muraqabah.
Iman Haq Atau Haqqul Yaqin
Pada tingkat keimanan seperti ini, seseorang memandang Allah SWT melalui batinnya. Ini yang dikatakan oleh para ulama bahwa itu afalah tingkatan arif (orang dengan derajat keimanan makrifat) yanf memandang Allah SWT pada segala sesuatu. Ini maqam musyahadah. “Orang yang dengan kategori keimanan ini terhijab dari makhluk Allah (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, Hal. 9).
Dengan demikian, yang tampak padanya hanya Allah belaka.
Iman Hakikat
Pada tingkat keimanan ini, orang sudah menjadi lenyap karena Allah SWT dan dimabuk oleh cinta kepada-Nya. Ia tidak lagi menyaksikan apapun selain Allah SWT. Bahkan ia sendiri tidak menyaksikan dirinya. Seperti tenggelam ke dalam lautan, ia tidak melihat adanya pantai. Orang ini berada di maqam fana.
Hal yang perlu selalu kita ingat adalah, bahwa semua tingkat keimanan ini mulia di level mana pun itu. Kita harus sadar, bahwa setiap orang selalu memiliki derajat keimanan yang berbeda-beda di sisi Allah SWT.
Untuk itu, kita sebagai manusia biasa tidak perlu menilai tingkat keimanan orang lain, karena semua orang mendapatkan petunjuk dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT.
Yang terpenting adalah tingkat keimanan dua kategori pertama lah yang harus senantiasa kita upayakan, karena itu adalah wilayah ikhtiar manusia.
Oleh karena itu, seseorang wajib mendalami keimanan melalui pencarian dalil dan wajib mempelajari sedapat mungkin sifat-sifat Allah SWT.
Sementara keimanan pada tingkatan berikutnya adalah Laduni Wahbi Atau Anugerah Illahi yang tidak bisa diikhtiarkan karena didasarkan pada kehendak Allah SWT :
والواجب على الشخص أحد القسمين الأولين أما الثلاثة الآخر فعلوم ربانية يخص بها من يشاء من عباده
Seseorang wajib berada di dua level pertama. Sedangkan tiga level setelah itu adalah ilmu rabbani [anugerah ilahi] yang Allah berikan secara khusus kepada sejumlah hamba-Nya yang dikehendaki. (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], Hal. 9).
Selain tingkatan keimanan tersebut di atas, menurut Syekh Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam-nya menambah satu tingkatan lagi.
Keimanan yang dimaksud adalah Tingkat Maqam Baqa. Dengan keimanan ini, seseorang memandang Allah dan makhluk-Nya sekaligus tanpa terkecoh.
Dengan keimanan ini, seseorang memandang dua entitas berbeda, yaitu Allah SWT sebagai wujud hakiki dan makhluk-Nya sebagai wujud majazi. Tingkatan keimanan keenam ini yang disebut juga maqam akmal atau maqam lebih sempurna, karena ia tetap menjaga hubungan dengan alam, manusia, hewan, selain menjaga hubungan dengan Allah SWT.
وقد قال أبو بكر الصديق رضي الله عنه لعائشة رضي الله عنها لما نزلت براءتها من الإفك على لسان رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا عائشة اشكري رسول الله صلى الله عليه و سلم فقالت : والله لا أشكر إلا الله دلها أبو بكر رضي الله عنه على المقام الأكمل مقام البقاء المقتضي لإثبات الآثار وقد قال الله تعالى أن اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ. وقال صلى الله عليه و سلم لا يشكر الله من لا يشكر الناس. وكانت هي في ذلك الوقت مصطلمة عن شاهدها غائبة عن الآثار فلم تشهد إلا الواحد القها
Sahabat Abu Bakar al-Ṣiddîq RA memerintahkan Aisyah RA ketika turun ayat pembebasannya dari fitnah melalui lisan Rasulullah, ‘Wahai A‘isyah, sampaikan ucapan terima kasih kepada Rasulullah!” “Demi Allah, aku tidak akan berterima kasih kecuali kepada Allah,’ jawab Aisyah RA.
Sahabat Abu Bakar al-Ṣiddîq RA lalu menunjukinya dengan maqam yang lebih sempurna, yaitu maqam baqa yang menuntut ketetapan eksistensi ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Bersyukurlah kepada-Ku dan bersyukurlah kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku tempat kembali* (QS. Luqman Ayat : 14),
Rasulullah SAW bersabda : Tidak dianggap bersyukur kepada Allah kalau tidak berterima kasih kepada orang lain.” Tentu saja ketika itu Siti Aisyah sedang tercabut dari penglihatannya dan lenyap dari ciptaan-Nya sehingga ia hanya menyaksikan Allah yang maha esa dan maha perkasa.”
Kutipan dari Al-Hikam ini menunjukkan tingkatan keimanan keenam, yaitu maqam baqa. Pada maqam ini, seseorang yang semakin tenggelam dalam fana justru bertambah baqa. Semakin mabuk cinta kepada Allah, orang ini semakin sadar. Semakin mengakui keesaan Allah SWT, orang ini bertambah adab kepada makhluk-Nya
Wallahu a‘lam
Semoga renungan pagi ini membuat kita menjadi semakin pandai mawas diri bahwa diri kita adalah bukan apa-apa, untuk itu marilah kita senantiasa berserah diri kepada ALLAHUROBBI, aamiin YRA.