Menu

Mode Gelap
Headline

Opini & Tokoh ยท 12 Des 2022 16:54 WIB ยท

Perbankan Syariah di Lingkungan Masyarakat Minangkabau


 Perbankan Syariah di Lingkungan Masyarakat Minangkabau Perbesar

Oleh : Windra Firdaus, S.Sy., MH (Dosen IAI Sumatera Barat)

Minangkabau merupakan salah satu wilayah kesatuan adat yang ada di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa literatur menyebutkan bahwa Minangkabau adalah bagian dari peninggalan Majapahit. Sebagian literatur lainnya menyebutkan Minangkabau bahagian dari wilayah Sriwijaya. Secara ras semua sejarahwan sepakat bahwa Minangkabau adalah bahagian dari ras Melayu Delta atau Delta Melayu (Melayu Muda). Sejarah lain juga meningalkan bukti bahwa peradaban Minangkabau justru jauh lebih tua dari peradaban melayu di bumi Melayu itu sendiri.

Terlepas dari itu semua Minangkabau adalah etnis yang mayoritas Muslim. Bahkan sebagian sejarahwan kurang sepakat dengan kata-kata โ€œmayoritasโ€ karena memang Minangkabau itu identik dengan Muslim. Artinya 100 % Masyarakat etnis Minagkabau adalah Muslim, jika seandainya ada yang keluar dari agama Islam berati secara keterikatan budaya mereka juga lepas dari segala hak-hak kebudayaan Minangkabau. Mereka yang keluar dari agama Islam tidak berhak lagi menyandang identities keminangkabauannya walaupun secara biologis mereka bergaris keturunan Minangkabau.

Menurut Tuangku Mudo Mahkota alam Minangkabau (Sutan Muhammad Taufiq Thayib) Minangkabau itu sendiri berasal dari kata Mukminan Kanabawiyah yang artinya sebuah daerah yang tatanan pemerintahnya sama dengan Daulah Islam yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. artinya dari zaman dahulunya, semenjak negeri Minangkabau itu berdiri sistem tatanan kehidupannya sudah berlandaskan ajaran Islam, maka lahirlah diminangkabau falsafah โ€œAdat Basandi Syaraโ€™, syaraโ€™ Basandi Kitabullahโ€. Artinya setiap landasan hidup dan berkehidupan orang Minangkabau semenjak dahulu sudah berlandaskan pada syariat yang bersumber pada ajaran Al Qurโ€™an dan Sunnah.

Beranjak dari sejarah tersebut secara tidak lansung kita bisa memahami bahwa orang Minangkabau harusnya sangat paham akan pemahaman syariat Islam karena mereka yang 100% Islam dan belajar serta bergaul dari surau ke surau. Artinya mereka harusnya sangat paham akan larangan dan perintah yang di syariatkan Allah dan Rasulullah. Mereka harusnya sangat tahu bahaya riba dan larangan riba dalam ajaran Islam. Harusnya segala sistem atau praktik ribawi tertolak jauah dari kehidupan masyarakat di Minangkabau.

Tetapi pada kenyataannya sistem ribawi tumbuh subur di tengah masyarakat Minangkabau, kita lihat saja pagang gadai, bahkan lembaga keuangan ribawi seperti lembaga pembiayaan ribawi dan perbankan konvensional yang memakai sistem ribawi tumbuh dan berkembang di Minangkabau. Kita contohkan saja salah satu Perbankan Konvensioanl plat merah di Minangkabau yang hadir sampai ke jorong/Korong dengan segenap mitranya bertumbuh sehat di bumi Minangkabau, dari data yang kita kutip dari CNBC Indonesia awards itu pertumbuhan diatas 12% setiap tahunnya. Sementara Bank yang berprinsip syariah di Minangkabau samapi detik ini masih jalan di tempat. Logika sehatnya harusnya, karena Minangkabau yang 100% muslim dan berfalsafahkan adat basandi syaraโ€™ ini justru yang harusnya terjadi sebaliknya. Bank Syariah bertumbuh, Bank Konvensional yang redup.

Bahkan Bank BPD Sumatera Barat sendiri yang mayoritas penduduknya etnis Minangkabau yang digaung-gaungkan semenjak 5 tahun lalu agar berkonvensi ke Bank Syariah masih belum terwujud. Ini menandakan perlu dipertanyakannya pengetahuan bersyariat orang Minangkabau era sekarang ini belum sesuai ajaran falsafah yang bersandikan syariat sebagaimana idealnya. Menurut data yang diambil dari Kompas.com perkembangan Bank syariah di bumi minangkabau hanya bergerak pada angka Ratusan Juta rupiah dalam setiap tahunnya atau bergerak di angka 1-2 % saja.

Tentu yang jadi pertanyaan bagi kita, kenapa ini bisa terjadi? Ini perlu perhatian serius bagi kita khususnya masyarakat etnis Minangkabau yang tersebar di beberapa wilayah provinsi Sumatera barat, Riau, jambi, Bengkulu dan Sumatera Utara. Menurut penelurusan dari penulis ini terjadi karean faktor internal selain dari semakin berkurangnya pengetahuan warga etnis generasi Minangkabau sekarang akan ajaran Islam, juga terjadi karena mengikisnya nilai-nialai ajaran Islam itu sendiri dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Secara eksternal juga kurangnya semangat daโ€™wah/promosi perbankan syariah yang ada ke sudut-sudut wilayah Minangkabau, kurang tersampainya daโ€™wah para daโ€™I dan tidak adanya inovasi pengembangan dari perbankan syariah itu sendiri di Minangkabau. Harusnya perbankan syariah itu juga harus promosi jor-joran ke masyarakat dengan hadir di pusat-pusat Kecamatan, nagari dan Jorong/Korong di Minangkabau melalui berbagai mitra maupun hadir dalam bentuk unit pelayanan. Mereka harus jemput bola dan ini peluang besar bagi mereka untuk menarik simpatik masyarakt etnis Minangkabau yang berlandaskan syaraโ€™. Semoga tulisan ini membuka cakrawala kita mayarakat muslim terutama Minangkabau, Pelaku usaha Perbankan Syariah dan cendikian ekonomi syariah dalam menggairahkan pertumbuhan perbankan syariah.

Artikel ini telah dibaca 102 kali

Baca Lainnya

APE Ramah Lingkungan, Bentuk Kreativitas dari Limbah Konveksi untuk PAUD di Aceh Tengah

30 Agustus 2024 - 23:51 WIB

Belajar dari Hamzah Haz

24 Juli 2024 - 12:37 WIB

Menyoal Politisasi BUMD

6 Juli 2024 - 22:07 WIB

Melawan Diskriminasi, Mengukir Masa Depan Jurnalis Kompeten

4 September 2023 - 16:00 WIB

Kenapa PDIP Ngotot Dengan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup?

11 Februari 2023 - 17:19 WIB

Momentum 1 Abad, Kebangkitan NU dan Jam’iyyah

7 Februari 2023 - 07:24 WIB

Trending di Opini & Tokoh