Oleh: Ustadz Fakhry Emil Habib, Lc, MA
Baca Juga: Nilai Kontrol Syahwat Dalam Ibadah Puasa (1)
Selain dapat menjinakkan nafsu, ibadah puasa juga dapat membuat seseorang menikmati ibadah yang barangkali selama ini sulit untuk dinikmati. Apakah itu salat, zikir, ataupun membaca Alquran. Caranya adalah dengan membawa ibadah puasa kepada level yang lebih tinggi. Yaitu ditambah dengan iktikaf (berdiam diri di mesjid), meninggalkan segala urusan dunia yang melalaikan meskipun hal itu mubah secara fikih. Orang yang iktikaf bahkan tetap tak boleh bersenggama walaupun di malam hari, walaupun sebenarnya perbuatan tersebut halal. Allah berfirman :
ولا تباشروهن وأنتم عاكفون في المساجد
Artinya : “Dan janganlah kamu gauli istri-istri kamu sedangkan kamu sedang iktikaf di masjid-masjid!” (QS. Al-Baqarah : 187).
Menyapih Syahwat
Dengan iktikaf, seseorang bisa terbebas dari kenikmatan-kenikmatan duniawi yang selama ini membuat ia tak mampu merasakan kenikmatan ibadah. Inilah yang dianalogikan Imam Ghazali dengan anak kecil yang disapih.
Anak yang sudah berusia dua tahun, sebenarnya sudah mampu memakan makanan padat. Akan tetapi ia masih belum mampu merasakan kenikmatan makanan tersebut, sebab ia masih terpaut dengan air susu ibunya.
Maka jika ibu hendak membuat anaknya dapat menikmati makanan padat, ia harus tega menahan selera anaknya terhadap ASI. Hari pertama, anaknya akan merengek meminta ASI. Saat ia penat, ia akan berhenti merengek. Saat ia sudah terlalu lapar, mau tak mau ia akan makan makanan padat.
Hari selanjutnya ia masih akan merengek, hingga tak tahan dengan penat dan lapar. Akhirnya ia akan makan. Hal itu berulang terus, hingga si anak tak merengek lagi. Tanpa merengek ia akan makan makanan padat. Hingga sampai pada titik di mana si anak lupa sama sekali bahwa ia pernah menyusu.
Bahkan saat ia sudah berusia 3-4 tahun nanti, ia akan merasa jijik saat ditawarkan ASI oleh ibunya. Tentu saja ini hanya akan berhasil jika si ibu kuat mendengar rengekan si anak. Jika ibu tak kuat, boleh jadi si anak akan tetap menyusu hingga berusia tujuh tahun.
Menjauhi Hal yang Melalaikan
Nah, setiap orang yang hendak menjinakkan syahwat juga demikian. Syahwatnya tak bisa lepas dari hal-hal yang melalaikan (malâhi) : televisi, smartphone, musik, dan lain sebagainya. Dengan beriktikaf, maka syahwat terhalang dari malahi tersebut. Syahwat akan merengek agar kita memberinya gadget, televisi, musik, permainan, dan perkara yang melalaikan lainnya.
Kita harus kuat, jangan beri celah sedikitpun untuk syahwat. Saat syahwat lelah merengek, ia dipaksa untuk ‘memakan’ shalat, zikir, bacaan quran serta ibadah lain. hari kedua, ketiga, berlanjut, hingga sampai pada titik dimana syahwat tak lagi merengek meminta malâhi. Justru ia mulai menikmati setiap ibadah yang dilakukan, sebagaimana anak bayi tadi dapat menikmati makanan padat.
Tentu saja saat rasa nikmat tadi sudah terasa, seseorang dapat kembali menonton televisi dan bermain gadget, namun perasaannya sudah berbeda. Kenikmatan tertinggi tetap ada pada ibadah. Sebagaimana anak, yang sudah tahu nikmatnya makanan padat, ia tetap minum susu, namun perutnya tak akan pernah merasa kenyang sebelum diberi makanan padat.
Detox Syahwat
Metode ini, dalam konsep medis moderen disebut dengan dopamin detox. Usaha untuk mengubah pola keluarnya hormon kebahagiaan, yaitu dopamin. Jika sebelumnya dopamin keluar karena perkara melalaikan, maka kita harus berusaha agar hal-hal buruk tersebut tidak lagi memancing keluarnya dopamin.
Justru seharusnya hormon kebahagiaan itu keluar saat kita beribadah, shalat, zikir, membaca Quran, agar kita benar-benar dapat menikmati setiap ibadah yang dilakukan.
Wallahu a’lam.