MEDIKITA.COM – Konferwil PWNU Sumut akan dilaksanakan pada 8 – 10 September 2022, bertempat di Asrama Haji Medan.
Beberapa topik terkait dengan pelaksanaan Konferwil PWNU Sumut sudah mulai ramai menyampaikan pendapat mereka. Baik melalui Medsos atau Media Elektronik maupun cetak.
Pengamatan Kyai Khambali
Panitia sudah memulai melakukan sosialisasi tentang pelaksanaan Konferwil dimaksud. Demikian pula tentang siapa yang akan ditampilkan menjadi pemimpin PWNU Sumut ke depan, baik pada tingkat Syuriah dan juga Tanfidziyah sudah terdengar.
“Banyak kyai NU yang memiliki keinginan terkait dengan siapa yang dianggap tepat memimpin organisasi yang diharapkan ke depan semakin maju ini,” papar Kiyai Khambali.
Ia mengatakan bahwa memang tidak mudah untuk menentukan siapa sebenarnya yang dianggap cocok untuk memimpin organisasi yang memiliki banyak pesantren, madrasah, sekolah, rumah sakit, dan bahkan perguruan tinggi ini.
“Mungkin saja, orang mengira bahwa, organisasi yang di dalamnya terdapat banyak kyai, alim ulama, dan cendekiawan ini tidak terlalu sulit dalam menentukan pimpinannya. Dalam dunia kyai/Ustadz, seseorang tidak boleh mencalonkan diri sebagai pemimpin. Jika hal itu dilakukan, khawatir disebut sebagai kurang mampu menjaga tata krama kepemimpinan,” ulasnya.
Meskipun ada benarnya. Tidak akan ada seorang Ulama dan apalagi yang telah menyandang identitas sebagai seorang kyai mencalonkan diri menjadi pemimpin organisasi.
Dalam dunia kyai, pemimpin itu diajukan dan bukan mengajukan diri. Oleh karena itu biasanya, jika terjadi ramai-ramai dalam pencalonan pemimpin NU, maka sebenarnya bukan calon pemimpinnya yang ramai, melainkan adalah orang-orang yang akan mencalonkan seseorang.
Jika terjadi persaingan, maka bukan antar calon pemimpin yang akan menawarkan, melainkan antar pendukung atau antar pendukungnya.
Pembicaraan yang berkembang terkait dengan pemilihan pemimpin PWNU pada Konferwil mendatang adalah antara pemilihan langsung atau menunjuk formatur yang disebut dengan Ahlul Halli Wal Aqdi.
Semua akibat dan arah perubahan, baik terkait dengan politik, ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan juga teknologi yang harus dibaca secara cermat.
Kemampuan membaca itu merupakan keharusan bagi para pemimpin apapun, tidak hanya ketua PWNU. Oleh karenanya pimpinan PWNU Sumut yang akan terpilih harus mampu merespon dan membawakan gerbong organisasi itu secara tepat.
Pengasuh Shalawat Ahlul Kiram ini menyebut, tantangan itu juga menjadi semakin tidak sederhana oleh karena di dalam PWNU Sumut sendiri keadaannya semakin lama semakin komplek dan variatif.
Tidak mungkin PWNU Sumut hanya menjangkau sebagai organisasi para kyai pesantren, ulama, dan para santrinya. Sebabdi NU terdapat berbagai kelompok, mulai dari segmen politikus, cendekiawan, pengusaha, hingga generasi muda yang telah memperoleh pendidikan yang sangat variatif.
Di dalam organisasi NU tidak hanya terdiri atas para kyai dan ulama serta anak muda lulusan pesantren, melainkan juga sudah mulai banyak putra putri kyai, lulusan pendidikan timur tengah, dan bahkan dari barat.
Namun sebaliknya, bahwa di kalangan NU masih banyak para petani, nelayan, pedagang, pengrajin, buruh, dan pekerja apa saja yang halal, dan mereka berada baik di pedesaan maupun perkotaan.
Semua itu memerlukan perhatian dari pimpinan Wilayah NU Sumut yang akan terpilih pada masa perubahan sosial yang begitu cepat ini.
Memperhatikan kenyataan itu, PWNU Sumut tidak lagi terbatas mengurus para santri yang biasa, tapi sudah sangat variatif. Keanekaragaman sosial itu pasti memerlukan figur atau sosok kepemimpinan tersendiri.
Tuntutan ideal itu tidak saja disebabkan oleh karena umatnya yang berada pada rentangan yang semakin panjang, dan berada pada perubahan yang semakin cepat, tetapi juga oleh karena NU mengalami kesulitan untuk membawa umatnya menjadi semakin maju tanpa kehilangan dirinya.
Tampak sekali bahwa sebenarnya NU telah menyadari atas terjadinya perubahan sosial yang tidak pernah terjadi, dan terjadi dari waktu ke waktu. Untuk mengantisipasi perubahan itu, NU telah memiliki konsep yang jelas yang selalu dijadikan pegangan, yaitu: ” Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik “.
” Sebelum Konferwil PWNU Sumut Minggu Depan, hal yang perlu bersama difahami adalah kemana arah PWNU Sumut ke depan,” pungkas Kiyai Khambali. (Wy)