Menu

Mode Gelap
Headline

Kajian Islam · 28 Agu 2022 09:16 WIB ·

Ini loh Syarat Makanan dan Minuman Menurut Syariat


 Ini loh Syarat Makanan dan Minuman Menurut Syariat Perbesar

Fakhry Emil Habib, Lc, Diplm.

Salah satu pembahasan penting dalam kajian taharah adalah pembahasan makanan, apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi.

Kebanyakan makanan diharamkan, karena zatnya yang najis, meskipun ada pula
sebab-sebab lainnya.

Secara umum, manusia diperbolehkan
untuk memakan apapun selama itu baik. Ini merujuk kepada beberapa firman Allah, di antaranya QS. al-Maidah ayat 4

يسئلونك ماذا أحل لهم قل أحل لكم الطيبات

Artinya : Mereka bertanya kepada
engkau, apa yang dihalalkan bagi mereka.
Katakanlah! Dihalalkan bagimu yang baik-baik.

Begitu pula dengan firman Allah di dalam
QS. al-Baqarah ayat 174

ياأيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم واشكروا هلل إن كنتم إياه تعبدون

Artinya : Wahai orang-orang yang
beriman, makanlah dari yang baik-baik yang kami rezekikan kepadamu dan bersyukurlah bagi Allah jika memang kepada-Nya kamu menyembah.

Berdasarkan hal ini, segala hal yang pasti merusak dan tidak baik bagi manusia,hukumnya adalah haram. Contohnya adalah tanah, batu, kaca, besi, racun dan seterusnya.

Namun ternyata tidak semua yang baik itu
halal. Ada kalanya, secara zat, suatu makanan itu bisa dinilai baik, namun ternyata haram dikonsumsi.

Ini disinggung di dalam firman Allah pada QS. al-Baqarah ayat 173

إنما حرم عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل به لغير هللا

Artinya: Hanyasanya diharamkan atas
kamu bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih untuk selain Allah.

Ada pula ayat yang lebih spesifik, yaitu
QS. al-Maidah ayat 3:

حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير هللا به والمنخنقة والموقودة والمتردية والنطيحة وما أكل السبع إال ماذكيتم وما ذبح على النصب

Artinya : Diharamkan atas kamu
bangkai, darah, daging babi, apa yang
disembelih untuk selain Allah, yang (mati) tercekik, dipukul, terjatuh, tertanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali apa yang (sempat) kamu sembelih dan apa yang disembelih di atas berhala.

Dari ayat-ayat yang telah disebutkan,
tampak bahwa yang menjadi objek utamanya adalah bahan makanan yang bersumber dari hewan.

Kaidah Asal

Maka kaidah asal adalah bahwa semua
yang baik dari hewan itu hukumnya halal.
Contohnya adalah segala hewan yang hidup di air, hewan yang diternakkan serta segala hewan yang dianggap baik oleh tabiat orang Arab saat Alquran diturunkan.

Tabiat orang Arab dijadikan acuan disini, karena merekalah yang paling memahami makna kata thayyib dan khabîts yang berkaitan dengan makanan.

Maka selanjutnya akan dijelaskan
ringkasan makanan dan minuman yang haram.

Bangkai

Hewan yang mati tanpa disembelih. Proses kematian hewan yang menyebabkannya menjadi bangkai bisa berupa terjatuh, tertanduk, ditabrak kendaraan dan lain-lain.

Darah

Darah hukumnya adalah najis, Ini juga mencakup nanah. Meskipun secara biologi, darah mengandung protein yang dibutuhkan tubuh, bahkan bisa diolah menjadi bahan makanan, hukumnya tetaplah haram.

Namun perlu diperhatikan, darah yang ada di dalam pembuluh darah hewan, ataupun sudah menyatu dengan daging, bahkan yang
menempel sedikit saat proses penyembelihan dan pembersihan pun hukumnya dimaafkan.

Allah SWT berfirman di dalam QS. al-An’am
ayat 145 :

قل ال أجد في ما أوحي إلي محرما على طاعم يطعمه إال أن يكون ميتة أو دما مسفوحا

Artinya : “Katakanlah! Tidak aku jumpai
pada apa yang diwahyukan kepadaku
diharamkan atas orang yang hendak makan,
kecuali bangkai ataupun darah yang
mengalir.

Semua benda najis, maka hukumnya juga
haram, seperti kencing maupun tinja hewan. Termasuk susu hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, sebagaimana
sebelumnya telah dijelaskan di dalam
pembahasan najis.

Daging babi

Meskipun yang disebutkan di dalam ayat adalah dagingnya, namun semua produk babi hukumnya haram, baik kulit, tulang, lemak bahkan bulunya sekalipun. Seperti hal dalam najis mughallazhah, anjing pun level keharamannya sama dengan babi.

Hewan yang disembelih sebagai tumbal
ataupun sesajen

Bisa yang disembelih di atas berhala, kemudian darahnya disiramkan di atas berhala tersebut, ataupun disembelih di
tempat lain dengan niat sebagai persembahan.

Selain Alquran, sunah juga merupakan
sumber hukum. Maka beberapa hewan yang
diharamkan dengan dalil sunnah adalah.:

Hewan buas bertaring

Yang taringnya itu cukup kuat untuk membunuh. Yang masuk ke dalam kategori ini adalah serigala, babi, kucing, gajah, musang, harimau, macan, singa, beruk dan seterusnya.

Burung yang memiliki cakar tajam juga
diharamkan, seperti burung nasar, elang, alap-alap dan burung hantu.

Ibnu Abbas menyatakan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم melarang memakan segala hewan buas yang bertaring serta burung yang memiliki cakar. (HR. Muslim no. 1934).

Namun dikecualikan dari kategori ini rubah dan hyena, karena keduanya termasuk hewan buruan yang andai dibunuh oleh orang yang berihram, maka ia harus membayar dam. Dan jika masuk dalam kategori hewan buruan, berarti ia boleh dimakan.

Ibnu Abi Ammar bertanya kepada Jabir, “Apakah hyena itu hewan buruan?” Jabir menjawab, “Benar. Ibnu Abi Ammar kembali bertanya, “Apakah boleh aku makan?”. Jabir kembali menjawab, “Benar,” Ibnu Abi Ammar bertanya, “Apakah Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang menyatakannya?” Jabir menjawab, “Benar,” (HR. Tirmidzi no. 1792).

Hewan yang dianjurkan untuk dibunuh

Seperti ular, kalajengking, gagak, rajawali, tikus dan semua hewan yang memberi mudarat. Hewan-hewan ini disunahkan untuk dibunuh karena tabiat normal akan menjauhi hewan-hewan ini.

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :

خمس من الدواب كلهن فاسق يقتلن في الحرم : الغراب والحدأة والعقرب والفأرة والكلب العقور

Artinya : “Lima hewan, semuanya merusak
dan disunahkan untuk dibunuh (walaupun) di tanah haram : gagak, rajawali, kalajengking, tikus dan anjing ‘aqûr (liar dan penggigit)” (HR. Bukhari no. 1732, Muslim no. 1198).

Berdasarkan hal ini, semua hewan darat yang kecil, seperti semut, lalat, rayap, ular, cacing, kepinding, kutu, kecoa dan sebagainya haram dikonsumsi, karena dianggap tidak layak oleh tabiat normal. Termasuk hewan yang memiliki bisa dan sengat, seperti lebah, tawon, kalajengking dan sebagainya.

Hewan yang dilarang untuk dibunuh.

yaitu semut, lebah, burung hudhud dan burung shurad (HR. Ahmad no. 3066), juga ada tambahan, yaitu katak (HR. Ibn Majah no. 3223). Sesuatu yang dilarang untuk dibunuh, tentu lebih dilarang lagi untuk dimakan.

Perlu diperhatikan, bahwa larangan
membunuh hewan-hewan tersebut tidak
berlaku andai ada mudarat yang akan
menimpa manusia. Kalaupun harus dibunuh
(karena dianggap hama misalkan), maka tidak boleh dilakukan dengan menggunakan api, atau cara-cara lain yang menyakiti.

Segala hal yang menjijikkan

Berdasarkan tabiat manusia normal. Ini berdasarkan firman Allah di dalam QS. al-A’raf ayat 157

ويحرم عليكم الخبائث

Artinya : “Dan Allah mengharamkan atas
kamu yang buruk-buruk.

Ada juga ulama yang membatasi bahwa
standar menjijikkan ini harus merujuk kepada standar orang Arab asli saat Alquran diturunkan, karena merekalah yang paling paham maksud dari al-khabâits.

Sehingga, hewan ataupun benda yang
menjijikkan, hukumnya haram, seperti lintah, pacet, cacing, ulat, belalang sembah, nyamuk, cicak, ingus, keringat dan lain sebagainya.

Segala hal yang memberikan mudarat kepada badan

Allah berfirman di dalam QS. An-Nisa
ayat 29;

وال تقتلو أنفسكم

Artinya : “Dan janganlah kamu bunuh diri
kamu!.

Termasuk di dalam kriteria ini adalah racun, narkotika, psikotropika, kaca, besi dan sejenisnya yang membahayakan badan.

Hal-hal yang bahayanya kontroversial, maka keharamannya bergantung kepada siapa yang mengonsumsi.

Contohnya adalah kopi yang bagi sebagian orang barangkali menyebabkan detak jantung menjadi tidak teratur, teh yang
menyebabkan sakit anak pinggang, gula
terlalu banyak, garam terlalu tinggi ataupun makanan berpenyedap terlalu sering.

Selain zat, cara mendapatkan makanan juga harus diperhatikan.

Segala hal yang didapatkan dengan cara zalim, maka hukumnya haram. Allah berfirman di dalam QS. al-Baqarah ayat 188

وال تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل

Artinya : “Dan janganlah kamu memakan
harta-harta kamu di antara kamu dengan
batil!”

Hewan yang Hidup di Dua Alam.

Standar kehalalan hewan yang hidup di dua alam merupakan suatu hal yang kontroversial, karena sejatinya tidak ada dalil gamblang yang menjelaskan hal ini. Namun, ini dijadikan standar karena kehalalan hewan itu tergantung dimana hidupnya. Jika ia hidup di air, maka bangkainya halal dimakan, seperti
ikan hiu, paus dan seterusnya.

Jika ia hidup di darat, maka agar bisa dimakan, ia harus disembelih terlebih dahulu, seperti ayam, kambing dan seterusnya (tentu terkecuali belalang).

Maka hewan yang hidup di dua alam, jika
nyata bahwa kehidupan daratnya lebih
dominan, maka ia harus disembelih terlebih dahulu, contohnya adalah labi-labi.

Otomatis, hewan yang memang tidak bisa disembelih, hukumnya haram, seperti katak. Buaya, yang juga dominan hidup di darat, maka ia tergolong hewan yang haram dimakan karena bertaring. Berbeda dengan hiu yang meskipun bertaring, ia tak dapat hidup kecuali di air.

Sedangkan hewan yang nyata dominan hidup di air, maka ia dikategorikan sebagai hewan air, sehingga bangkainya halal dimakan tanpa perlu disembelih, seperti kepiting dan lobster.

Bekicot dan Siput

Bekicot dan siput, secara kasar barangkali memiliki banyak kesamaan. Akan tetapi ada perbedaan pola hidup keduanya. Siput hidup di air, sedangkan bekicot hidup di darat. Maka bekicot hukumnya haram, sebagaimana hewan kecil darat lainnya.

Sedangkan siput hukumnya halal sebagaimana hewan air lainnya. Terkait apakah siput ini menjijikkan atau
tidak, tentu standar setiap orang berbeda-beda. Maka yang dijadikan patokan dalam hal ini adalah dalil yang jelas, bahwa semua hewan air, halal dimakan.

Kondisi Darurat

Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya (QS. al-Baqarah ayat 286). Di dalam ayat-ayat yang menjelaskan makanan haram, Allah juga langsung menafikan dosa bagi orang yang berada dalam kondisi darurat, sehingga ia harus mengonsumsi makanan ataupun minuman yang haram, tentu dengan syarat : tidak ada kedurhakaan dan tidak melampaui batas.

Kondisi darurat tidak membuat yang haram
menjadi halal. Ia hanya menafikan dosa
seandainya yang haram itu dilakukan,
sehingga orang yang melakukan hal itu karena durhaka, atau berlebihan hingga melampaui batas, maka ia tetap berdosa.

Banyak contoh yang bisa diambil terkait hal ini. Untuk yang jelas darurat,dengan kata lain, jika tidak dilakukan maka nyawa menjadi taruhan. Semisal orang yang tersesat di hutan, sehingga ia tidak punya pilihan makanan lain selain bangkai tikus ataupun serangga kecil, karena ia tidak mampu mencerna dedaunan dan rerumputan.

Dalam dunia medis, penggunaan insulin yang berasal dari pankreas babi bagi penderita penyakit gula.

Namun terkadang, kondisi hajat juga bisa
menempati posisi darurat. Ini adalah beberapa permisalan yang dapat dikemukakan:

Benang bedah (yang bisa saja berasal dari najis) untuk menjahit lapisan otot ataupun kulit bagian dalam, yang tidak perlu dibuka kembali karena ia secara otomatis menyatu dengan tubuh. Ini biasa dipakai untuk operasi khitan maupun melahirkan.

Meskipun bisa saja menggunakan benang
biasa, namun hal ini akan menimbulkan
beban yang berat, yaitu rasa sakit berulang saat benang jahit dibuka kembali.

Obat-obatan yang boleh jadi diambil dari zat-zat yang diharamkan.

Bisa berupa bius, ataupun protein hewan yang tidak boleh dimakan. Meskipun ada bahan lain yang bisa dijadikan solusi, namun efektivitasnya belum tentu sama dengan bahan yang berasal dari zat haram.

Tindakan pencegahan penyakit berbahaya
dengan menggunakan vaksin. Contohnya
adalah vaksin meningitis yang wajib
dilakukan bagi setiap orang yang hendak
berangkat haji dan umrah.

Meskipun vaksinnya tidak bersertifikat halal dari MUI, sertifikat keamanan dari BPOM pun cukup, karena walaupun mungkin asalnya tidak suci (asal virus tentu adalah darah manusia yang pernah terpapar penyakit), namun ia digunakan dalam kondisi hajat.

Tentu saja, jika ternyata vaksin ini telah melalui proses penyucian, misalkan
melalui sterilisasi dengan air yang
jumlahnya lebih dari dua kulah, maka
hukumnya menjadi suci, dan boleh
dipakai secara mutlak walaupun tidak
dalam kondisi darurat. Wallahu a’lam.

Artikel ini telah dibaca 23 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Nilai Kontrol Syahwat Dalam Ibadah Puasa (2)

5 April 2023 - 11:46 WIB

Nilai Kontrol Syahwat Dalam Puasa Ramadan (1)

4 April 2023 - 14:18 WIB

Khutbah Jumat: Adil Dalam Menilai

17 Februari 2023 - 07:58 WIB

Khutbah Jumat: Iman Adalah Pengalaman

10 Februari 2023 - 07:50 WIB

Khutbah Jumat: Al-Quran, Sudahkah Kita Pahami?

3 Februari 2023 - 07:00 WIB

Khutbah Jumat: Memahami Hakikat Beragama

11 November 2022 - 10:10 WIB

Trending di Kajian Islam