Prof. Dr. H. Asasriwarni MH
‘Awan PBNU
Guru Besar UIN IB
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Sumbar
Anggota Dewan Pertimbangan MUI Pusat
Agama dan Negara
Secara bahasa, kata agama berasal dari bahasa Sanskerta yang bermakna haluan, peraturan, jalan, atau kebaktian kepada Tuhan. Kata agama itu terdiri dari dua perkataan, yaitu “A” berarti tidak, “Gama” berarti kacau balau, tidak teratur.
Secara terminologi, agama juga bermakna sebagai Ad–Din dalam bahasa Semit yang berarti undang–undang atau hukum.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban–kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Agama juga mengandung defenisi sebagai suatu realisasi sosio-individu yang hidup (dalam ajaran, tingkah laku, ritus/upacara keagamaan dari suatu relasi dengan yang melampaui kodrat manusia dan dunianya). Berlangsung lewat tradisi manusia dan dalam masyarakatnya.
Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion (Inggris), religie (Belanda) religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Semuanya berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare”yang berarti mengikat.
Dari paparan di atas kita mendapat pemahaman jika agama memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Dengan cara internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi manusia.
Negara
Adapun negara dalam terminologi secara umum, melahirkan beberapa pengertian. Namun istilah negara berasal dari kata-kata asing; Staat (bahasa Belanda dan Jerman); State (bahasa Inggris); Etat (bahasa Prancis).
Istilah Staat mempunyai sejarah sendiri. Istilah itu bermula pada abad ke-15 di Eropa Barat. Anggapan umum bahwa kata Staat (state, etat) itu berasal dari bahasa Latin; yang berarti status atau statum. Dan Secara etimologis kata status itu dalam Bahasa Latin klasik adalah suatu istilah abstrak yang menunjukkan keadaan yang tegak dan tetap, atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tegak itu.
Di Indonesia, istilah “Negara” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu nagara atau nagari, yang berarti kota. Sekitar abad ke-5, istilah nagara sudah dikenal dan dipakai di Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh adanya penamaan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Selain itu, istilah nagara juga menjadi penamaan kitab Majapahit, Negara Kertagama yang karangan Mpu Prapanca. Pengertian tentang negara juga banyak berasal dari pemikiran para ahli, baik dari dalam maupun luar negeri. Berikut ini telah kami kumpulkan untuk Anda, pendapat para ahli tentang negara.
Prof. Nasroen: Negara adalah suatu bentuk pergaulan hidup dan oleh sebab itu harus ada tinjauan sosiologis agar dapat dijelaskan dan dipahami. Prof. R. Djokoseotono, S.H: Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia-manusia yang berada di bawah pemerintahan yang sama.
Negara identik dengan hak dan wewenang, sehingga negara merupakan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan masyarakat tertentu. Setiap warga masyarakat menjadi anggota dari suatu negara dan harus tunduk pada kekuasaan negara, melalui kehidupan bernegara dengan pemerintah yang ada di dalamnya, untuk mewujudkan tujuan tujuan tertentu seperti terwujudnya kertentraman, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat.
Hubungan Agama dan Negara
Hubungan negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Hal ini karena adanya perbedaan pandangan dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari negara atau sebaliknya.
Negara sendiri secara umum berarti sebagai persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Menurut Al-Mawardi, perdebatan itu telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan masih berlangsung sampai sekarang. Lebih lanjut Al-Mawardi mengatakan bahwa ketegangan perdebatan ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai agama dan negara.
Dalam sejarah dunia Islam, ada tiga tipologi hubungan antara agama dan negara. Adalah sebagai berikut: (Al-Mawardi) Al-Ahkamusultaniyah
1. Agama dan Negara Berjalan Secara Integral.
Korelasinya adalah agama menjadi bagian terpenting negara, demikian juga sebaliknya. Sehingga hubungan antara agama dan negara tidak ada jarak dan berjalan menjadi satu kesatuan. Tokoh pendukungan gerakan ini adalah al-Maududi.
2. Agama dan Negara Tidak Berhubungan Sama Sekali
Golongan ini memisahkan hubungan antara agama dan negara (politik). Oleh sebab itu, golongan ini menolak pendasaran negara pada agama atau formalisasi norma-norma agama ke dalam sistem hukum Negara. Salah satu tokoh Muslim dunia yang masuk golongan ini adalah Ali Abd Raziq.
3. Agama dan Negara Berjalan Secara Simbiotik dan Dinamis-Dialektis
Agama dan negara berjalan secara bersamaan, bukan berhubungan langsung. Sehingga antara keduanya masih ada jarak dan kontrol masing-masing. Agama dan negara berjalan berdampingan, namun keduanya bertemu untuk kepentingan pemenuhan kepentingan masing-masing.
Agama memerlukan lembaga negara untuk melakukan akselerasi pengembangannya, demikian juga lembaga negara memerlukan agama untuk membangun negara yang adil dan sesuai dengan spirit ketuhanan. Diantara tokoh Muslim dunia dalam golongan ini diantaranya adalah Abdullah Ahmed An-Na’im, Muhammad Syahrur, Nasr Hamid Abu Zaid, Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid.
Interaksi Agama dan Negara di Indonesia
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata Interaksi memiliki makna hal saling melakukan aksi, berhubungan, mem-pengaruhi; antarhubungan. Dalam tatanan sosial dapat bermakna hubungan sosial yang dinamis antara orang perseorangan, antara perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dan kelompok.
Secara verbal memiliki makna hubungan antara orang yang satu dan yang lain dengan menggunakan bahasa. Dari pengertian diatas dapat dipahami yang dimaksud dengan interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain.
Berbicara tentang interaksi agama dan negara di Indonesia, tidak bisa terlepas dari sejarah masa-masa kerajaan Islam Nusantara. Antara lain Kerajaan Samudera Pasai, Aceh, (1267 M – 1521 M,) Kerajaan Gowa (1300 M – 1945 M), Kerajaan Islam Cirebon (1430 M – 1677 M), Kerajaan Demak, Mataram dan masih banyak lagi yang lain.
Begitu juga pada masa masa penjajahan Belanda dan Jepang, yang telah merombak tatanan agama dan kerajaan pada masa itu. Sampai muncul kembali keinginan masyarakat secara terbuka dengan pengorbanan dan perlawanan untuk hidup secara merdeka, baik dalam beragama dan bernegara.
Interaksi agama dan negara di Indonesia, tidak lepas dari dinamika pemikiran dan gerakan pembaharuan kalangan muslim dunia. Secara umum terbagi dalam dua kelompok, yaitu :
- Kelompok Islamis, yang meyakini bahwa negara Islam sebagai model pemerintahan akan menjamin terlaksana ajaran islam di masyarakat dengan. Tokohnya adalah Muhammad Natsir, Kasman Singodimedi, Zainal Abidin, Isa Anshari, K.H. Masjkur. Mereka ini merupakan tokoh islam yang mempertahankan watak islam yang Holistik. Kelompok ini mengusulkan agar islam menjadi ideologi negara berdasarkan argumen mengenai; Watak holistik islam, Keunggulan islam atas semua ideologi di belahan dunia lain dan Kenyataan bahwa islam dipeluk oleh mayoritas Warga Negara Indonesia.
- Kelompok Nasionalis, menolak formalisme agama dalam urusan kenegaraan, sebaliknya mereka memfokuskan pada pentingnya menumbuhkan dan membina masyarakat religius dan integritas bangsa.
Namun demikian, dalam perkembangannya, interaksi hubungan antara agama dan negara di Indonesia, setidaknya ada tiga tipologi hubungan agama dan negara di Indonesia, terkadang Agama dianggap sebagai oposisi, alienasi dan integrasi.
Bersambung…