MEDIKITA.COM – Febby Dt Bangso selesaikan Pendidikan Pelatihan Reguler Angkatan (PPRA) LXIII Lemhanas RI 2022 dengan judul Taskap “Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Kemandirian Desa Guna Memperkokoh Ekonomi Nasional”.
Dalam paparannya pria yang akrab disapa FDB ini menjelaskan bahwa persoalan ketahanan pangan perlu mendapat perhatian kita semua karena GFSI mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2020 mencapai level 61,4. Namun, pada 2021 indeksnya turun menjadi 59,2. Indeks tersebut menjadikan ketahanan pangan Indonesia tahun 2021 berada di peringkat ke-69 dari 113 Negara.
“Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi,” kata Febby, Minggu (4/9) melalui rilis yang dikirimkan kepada Medikita.com.
Menurutnya, Terdapat 9 indikator ketahanan pangan yaitu rasio warung, rasio toko, rasio rumah tangga tidak sejahtera, rasio rumah tangga tanpa arus listrik, rasio akses roda 4, rasio anak tidak sekolah, rasio rumah tangga tanpa air bersih, rasio jumlah tenaga kesehatan, dan rasio fasilitas sanitasi.
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1) Kecukupan ketersediaan pangan; 2) Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun; 3) Aksesibilitas dan keterjangkauan terhadap pangan; 4) kualitas keamanan pangan. ”Dalam perjalanan sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa kelaparan lokal yang kadang-kadang meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah di berbagai Negara,” ungkap Febby.
Ditambahkan Febby, Thomas Malthus telah memberikan peringatan bahwa jumlah manusia meningkat secara eksponensial, sedangkan usaha pertambahan persediaan pangan hanya dapat meningkat secara aritmatika. Di Indonesia, sektor pangan merupakan sektor penentu tingkat kesejahteraan karena sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani di daerah pedesaan dan untuk di daerah perkotaan, masih banyak juga penduduk yang menghabiskan pendapatannya untuk konsumsi. Memperhatikan hal tersebut, kemandirian pangan merupakan syarat mutlak bagi ketahanan pangan nasional.
Salah satu langkah strategis untuk untuk memelihara ketahanan pangan nasional adalah melalui upaya mewujudkan kemandirian pangan. Secara konsepsional, kemandirian adalah suatu kondisi tidak terdapat ketergantungan pada siapapun dan tidak ada satu pihakpun yang dapat mendikte atau memerintah dalam hal yang berkaitan dengan pangan, kata Febby praktisi pariwisata yang saat ini tengah menyelesaikan program doktor di Universitas Trisakti Jakarta.
Dikatakan, Kemandirian pangan tidak dapat diwujudkan tanpa adanya peranan dari akademisi, swasta (bisnis) dan pemerintah (government) dan masyarakat (petani). Petani yang merupakan ujung tombak dalam penyediaan pangan secara lokal, harus mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah.
Jantung dari kemandirian pangan terletak pada kualitas dan produktivitas pertanian jadi pemerintah harus berpihak dan mendukung petani secara penuh. Peran akademisi juga tidak kalah pentingnya dalam pengembangan teknologi pertanian dan pengolahan pangan tepat guna untuk didiseminasikan keada para petani.
Menurut Febby, persoalan ketahanan pangan yang ada saat ini bisa menjadi peluang bagi desa untuk menggerakan ekonomi desa melalui bumdes sehingga bisa menjadikan kemandirian desa dan secara alami juga membantu memperkokoh ekonomi nasional jika desa mandiri pangan dan mandiri ekonomi.
Keberpihakan anggaran juga harus mendapat perhatian banggar dan kemenkeu sebab jika dibandingkan dengan kemenhan 144 T dan Polri 111 T sementara Kementan hanya dapat 14 T untuk pagi anggaran tahun 2023, katanya.
Dikatakan, Kementrian Perdagangan juga harus mau menggunakan data dari kementan sebelum mengambil langkah kebijakan impor jangan sampai kita surplus tapi kita masih impor sehingga membuat petani kurang beruntung saat panen datang. Perubahan iklim juga mempengaruhi kepada ketersediaan pangan , ketersediaan pupuk bersubsidi , bibit yang baik masih menjadi catatan yang perlu mendapat perhatian. “Mungkin pemerintah telah melakukan upaya tapi masih belum tepat sasaran , seperti food estate, pengendalian wasting food,” ungkapnya.
FDB juga menjelaskan bahwa Perpres Jokowi yang menginstruksikan 20 persen dana desa digunakan untuk program hewani dan hayati merupakan kebijakan yang sangat berfihak untuk ketahanan pangan.
“Tentu saja kehadiran badan pangan nasional , dan food id (BUMN PANGAN) dapat memberikan solusi solusi cerdas dan dibutuhkan kajian mendalam dari Lembaga Ketahanan Nasional Agar Krisis Pangan Negara kita bisa teratasi dengan baik , mengingat perang rusia dan ukrania akan memberikan dampak siklus pangan dunia,” katanya mengakhiri. (*)