NETWORK : RakyatPos | ValoraNews | Kupas Online | TopSumbar | BanjarBaruKlik | TopOne | Kongkrit | SpiritSumbar | Basangek | MenaraInfo | Medikita | AcehPortal | MyCity | ReportasePapua | RedaksiPos | WartaSehat
3 Alasan GG Pilih Puan Maharani Jadi Calon Presiden - Medikita.com

Menu

Mode Gelap
Gubernur Sumbar periode 1977-1987, Letjen. TNI (Purn). Ir. H. Azwar Anas. Dt. Rajo Sulaiman Meninggal Dunia Harga BBM per 1 Maret 2023, Naik Rp500 Khutbah Jumat: Adil Dalam Menilai Kenapa PDIP Ngotot Dengan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup? Berani Bertaruh, Abu Janda Yakin Prabowo Menang dan Jadi Presiden 2024, Ini Reaksi Gerindra

News · 1 Okt 2022 21:16 WIB ·

3 Alasan GG Pilih Puan Maharani Jadi Calon Presiden


 Puan Maharani (foto: Tempo.co) Perbesar

Puan Maharani (foto: Tempo.co)

MEDIKITA.COM – Ada pendapat menarik dari seorang pakar sejarah, karena ia memang seorang guru sejarah. Pendapat tersebut tentang alasan memilih Puan Maharani menjadi calon Presiden. Dan Pendapat tersebut dikemukakan oleh Guru Gembul (GG) yang namanya mencuat di dunia maya. Berikut pandangan GG.

Siapakah diantara Baraya (Anda) yang sudah menentukan pilihannya untuk calon Presiden tahun 2024 mendatang? Tentu belum banyak yang menentukan pilihan. Karena para petinggi partaipun belum menentukan siapa calon.

Namun kata GG, “saya sejauh ini sudah menentukan pilihan saya, yaitu Ibu Puan Maharani. Saya memiliki alasan kenapa saya memilih Ibu Puan”. Setidaknya ada tiga alasannya;

Buang Suara.

Adakalanya seseorang sudah tidak percaya lagi dengan sistem pemerintahan. Tidak percaya dengan agenda-agenda pemerintah, tidak percaya kepada pejabat ataupun orang-orang yang memegang jabatan.

Namun pada sisi lain, orang tersebut, termasuk kita, tetap harus mematuhi etika demokrasi untuk tetap menentukan pilihan. Maka dilema ini bisa selesai dengan “Buang Suara”.

Caranya adalah dengan memilih calon yang paling sedikit tingkat keterpilihannya. Paling rendah popularitasnya, sehingga Si pemilih tidak memiliki beban moral kalau calon yang dipilihnya akan mengkhianati rakyat. Jadi memilih Ibu Puan adalah solusi tepat untuk membuang suara.

Memilih Pejabat yang Paling Sedikit Dosanya

Setidaknya secara kalkulasi di hadapan Tuhan. Kenapa seperti itu? Karena di media, baik media sosial maupun online, Ibu Puan adalah tokoh yang lebih banyak menerima hujatan dan cacian, kalau kita bandingkan dengan prestasi kerja yang ia miliki. Secara perhitungan, hujatan tersebut akan menggugurkan dosa-dosa yang ia miliki.

Kita ambil contoh pada akun podcast Dedi Corbuzier. Saat ada tokoh yang hadir, maka komentar positif berada paling atas. ini berbanding terbalik dengan Ibu Puan, dimana komentar negatif alias pedas yang berada pada posisi teratas.

Begitu juga dengan Ade Armando yang notabene adalah orang pro pemerintahan. Ketika nama Ibu Puan muncul, ia malah membelot dan menghujat. Dari hal ini sudah jelas bahwa Ibu Puan adalah orang yang paling minim kebersalahannya.

Inilah alasan kedua kenapa kita harus memilih Ibu Puan, karena anjurannya memang begitu. Memilih pejabat atau pemimpin yang sedikit kesalahannya.

Yang menarik adalah, kenapa setiap Ibu Puan muncul dalam pemberitaan selalu lebih banyak cacian dan hujatan, tidak banyak dukungan. Bahkan cenderung membuli.

Ada Beberapa Alasan yang Bisa Menjadi Jawabnya.

Pertama, Yaitu, Bu Puan adalah orang yang tak banyak bermanuver, tak ada gimmick, tidak banyak bicara dan tidak banyak melakukan apapun. Bahkan kinerjanyapun tak terlihat. Bukan berarti tak bekerja, tapi kita tidak melihat kerjanya apa. Bukan tidak berprestasi, namun apa prestasinya, publik tidak tidak bisa melihatnya.

Ketika banyak diam, ketika tidak ada gimmick dan tidak ada aksi, namun kemudian menjabat sebuah posisi, maka masyarakat akan bertanya-tanya. Ini orang kok bisa menjabat pada posisi-posisi yang tinggi seperti itu? Dia itu siapa? dan berbagai pertanyaan lainnya.

Kedua, anak Pak Taufik Kiemas tersebut kurang sekali inisiatifnya. Atau bahasa Ade Armando-nya adalah kurang sekali Leadershipnya. Bahkan yang paling populer seperti mematikan mic sekalipun, bukanlah inisiatifnya. Ada orang lain yang meminta atau ada mekanisme yang mendorongnya untuk melakukan hal itu.

Ketiga, Beliau ini adalah orang yang sering tidak berhasil menyampaikan pesan-pesan dalam retorikanya. Sekali lagi bukan karena ia tak cerdas, namun kita tidak melihatnya. Misalnyapun ia berpidato selama dua jam, dan kita tertidur ketika itu. Maka kita tidak akan kehilangan apapun, karena selama dua jam itu tidak memberikan apapun.

Dengan alasan tersebut diatas dan kemudian dibenturkan dengan keadaan bahwa beliau selalu berada dipuncak-puncak kekuasaan atau pada lingkaran kekuasaan, maka banyak yang bertanya-tanya siapa sesungguhnya beliau. Kenapa harus (di -paksa- kan) jadi pejabat.

Kata-kata dipaksakan inipun juga nampak pada pencalonannya. Dalam berbagai survei, Bu Puan selalu berada pada posisi jauh di bawah. Namun orang-orang di Partainya terus nge-push atau mendorong dirinya untuk terus berada diatas.

Sekarang Bu Puan terlihat rajin safari politik bertemu dengan orang-orang yang mungkin bisa bekerjasama. Kemudian, media-media juga semakin banyak menampilkan iklan-iklan tentang dirinya. Itu memang bisa menaikkan elektabilitas, namun tetap berada pada jajaran bawah.

Puan Maharani Kemungkinan adalah Korban Politik

Bisa jadi Bu Puan Maharani punya hobi atau keinginan lain. Sebagai contoh, menjadi Insinyur, Desainer atau hobi lainnya. Namun karena kudung berada dalam lingkaran politik kelas atas dan membawa trah yang paling ternama. Maka dia didorong untuk meneruskan dinasti ternama itu. Mungkinkah seperti itu? bisa jadi.

Kakeknya adalah Presiden yang fenomenal. Ibunya adalah presiden wanita pertama Republik Indonesia. Sehingga ada dorongan untuk meneruskan trah itu.

Yang perlu kita salahkan adalah orang yang mendorong Puan hingga menjadi “korban politik” seperti sekarang, bukan membuli Ibu Puan.

Kalau memang ada, sekali lagi kalau memang ada skenario seperti diatas, maka orang yang perlu dibuli se-Indonesia adalah orang membuat Ibu Puan dicaci netizen seperti sekarang ini. Bukan Bu Puan yang harus dicaci, dihujat dan sebagainya. Karena akan memperbanyak dosa kita. (WY)

Artikel ini telah dibaca 196 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Pelantikan Bakor Paliko, Rezka Oktoberia Ajak Tokoh Bangun Daerah

13 Maret 2023 - 23:01 WIB

Gubernur Sumbar periode 1977-1987, Letjen. TNI (Purn). Ir. H. Azwar Anas. Dt. Rajo Sulaiman Meninggal Dunia

5 Maret 2023 - 18:09 WIB

Gebyar Salawat Sumatera Utara, Gubernur: Umat Islam Wajib Menjaga Kebenaran

31 Januari 2023 - 18:24 WIB

Sekda Agam:  IMLF Bisa Dorong Peningkatan Literasi

30 Januari 2023 - 22:15 WIB

Sekretaris Satupena Sumbar Luncurkan Buku “Tragedi Kanso, Trauma Etnisitas Cina di Pariaman 1945”

23 Januari 2023 - 13:45 WIB

Peringkat 4, Kapolda Sumbar Sambut Kontingen PWNU Sumbar

23 Januari 2023 - 00:18 WIB

Trending di News